MEGABERITA – Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung menetapkan suami Sandra Dewi, Harvey Moeis sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi tata niaga timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 hingga 2022.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung Kuntadi menjelaskan, peran Harvey Moeis sebagai tersangka ke-16 dalam perkara yang merugikan negara akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan sebesar Rp 271,06 triliun.
Kerugian negara akibat kasus korupsi tata niaga timah ini dinilai menjadi kasus korupsi terbesar di Indonesia. Lantas apa saja kasus mega korupsi yang pernah terjadi di Indonesia?
- Kasus Tata Niaga Komoditas Timah Rp 271 triliun
- Kasus BLBI Rp 138,4 triliun
- Kasus Penyerobotan Lahan Negara untuk Kelapa Sawit Rp 104,1 triliun
- Kasus Pengolahan Ilegal Kilang Minyak Tuban Rp 35 triliun
- Kasus Dana Pensiun PT Asabri Rp 22,78 triliun
Perjalanan Kasus Korupsi Timah
Kasus korupsi timah geger usai Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis (HM) sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022. Dia pun langsung digiring ke tahanan.
“Tim penyidik memandang telah cukup alat bukti sehingga yang bersangkutan kita tingkatkan statusnya sebagai tersangka, yaitu saudara HM selaku perpanjangan tangan dari PT RBT,” tutur Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Kuntadi di Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (27/3/2024).
Menurut Kuntadi, Harvey Moeis langsung ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk 20 hari ke depan terhitung hari ini.
Adapun posisi kasus korupsi tersebut secara ringkas yakni sekitar tahun 2018-2019, Harvey Moeis diketahui menghubungi Direktur Utama PT Timah Tbk yakni tersangka MRPP atau tersangka RS dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
“Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, akhirnya disepakati bahwa kegiatan akomodir pertambangan liar tersebut adanya dicover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah, yang selanjutnya tersangka HM ini menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk ikut serta dalam kegiatan dimaksud,” ungkapnya.
Atas kegiatan tersebut, sambung Kuntadi, suami Sandra Dewi ini meminta kepada para pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungannya, yang kemudian diserahkan kepadanya dengan cover pembayaran dana CSR yang dikirim para pengusaha pengusaha smelter melalui QSE yang difasilitasi olehnya.
“Adapun, perbuatan yang disangkakan kepada HM ini diduga melanggar ketentuan pasal 2 ayat 1, Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP,” Kuntadi menandaskan.
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Helena Lim yang dijuluki crazy rich PIK sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
“HLN selaku Manajer PT QSE, berdasarkan alat bukti yang telah ditemukan dan setelah dilakukan pemeriksaan secara intensif, penyidik menyimpulkan telah cukup alat bukti untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” tutur Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Kuntadi di Kejagung, Jakarta Selatan.
Menurut Kuntadi, untuk kepentingan penyidikan maka pihaknya memutuskan untuk melakukan penahanan terhadap Helena Lim di Rutan Salemba Cabang Kejagung untuk 20 hari ke depan.
“Adapun kasus posisi yang bersangkutan adalah bahwa yang bersangkutan selaku manajer PT QSE diduga kuat telah memberikan bantuan mengelola hasil tindak pidana kerja sama penyewaan peralatan proses peleburan timah,” kata Kuntadi.
“Di mana yang bersangkutan memberikan sarana dan prasarana melalui PT QSE untuk kepentingan dan keuntungan yang bersangkutan dan para peserta yang lain, dengan dalih dalam rangka untuk penyaluran CSR. Selanjutnya yang bersangkutan diduga telah melanggar ketentuan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 KUHP,” sambungnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan lagi satu tersangka baru terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 sampai dengan 2022.
“Kamis 7 Maret 2024, Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) kembali menetapkan satu orang tersangka baru,” tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Minggu (10/3/2024).
Menurut Ketut, tersangka adalah yakni ALW selaku Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 dan Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019-2020 PT Timah Tbk. Dengan begitu, total tersangka dalam kasus korupsi komoditi timah yakni 14 orang, termasuk yang berkaitan dengan perkara menghalangi penyidikan atau Obstruction of Justice.
“Hingga saat ini, tim penyidik telah memeriksa total 139 orang saksi dalam perkara ini. Berdasarkan hasil pemeriksaan dan dikaitkan dengan alat bukti yang cukup, tim penyidik telah menaikkan status satu orang saksi menjadi tersangka,” jelas dia.
Posisi Kasus
Adapun secara singkat posisi kasus yang menjerat ALW yaitu pada tahun 2018, tersangka selaku Direktur Operasi PT Timah Tbk periode 2017-2018 bersama tersangka MRPT selaku Direktur Utama PT Timah Tbk dan Tersangka EE selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk menyadari pasokan bijih timah yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan dengan perusahaan smelter swasta lainnya. Hal itu diakibatkan oleh masifnya penambangan liar yang dilakukan dalam wilayah IUP PT Timah Tbk.
“Atas kondisi tersebut, tersangka ALW bersama dengan tersangka MRPT dan tersangka EE yang seharusnya melakukan penindakan terhadap kompetitor, justru menawarkan pemilik smelter untuk bekerja sama dengan membeli hasil penambangan ilegal melebihi harga standar yang ditetapkan oleh PT Timah Tbk tanpa melalui kajian terlebih dahulu,” ungkap Ketut.
Guna melancarkan aksinya untuk mengakomodir penambangan ilegal tersebut, lanjutnya, ALW bersama dengan MRPT dan EE menyetujui untuk membuat perjanjian, seolah-olah terdapat kerja sama sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah dengan para smelter.
“Tersangka ALW tidak dilakukan penahanan karena yang bersangkutan sedang menjalani penahanan dalam penyidikan perkara lain yang tengah diproses oleh Kejaksaan Tinggi Kepulauan Bangka Belitung,” Ketut menandaskan.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan 13 tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 sampai dengan 2022.
Para tersangka adalah Suparta (SP) selaku Dirut PT Refined Bangka, dan Reza Andriansyah (RA) selaku Direktur Business Development, RL selaku General Manager PT TIN, dan BY selaku mantan Komisaris CV VIP.
Kemudian RI selaku Direktur Utama (Dirut) PT SBS, SG alias AW selaku Pengusaha Tambang di Kota Pangkalpinang, MBG selaku Pengusaha Tambang di Kota Pangkalpinang, dan HT alias ASN selaku Direktur Utama CV VIP yang merupakan perusahaan milik tersangka TN alias AN.
Selanjutnya, MRPT alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah tahun 2016-2021 dan EE alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah tahun 2017-2018, Tamron (TN) alias AN selaku Beneficial Ownership CV VIP dan PT MCM, dan Achmad Albani (AA) selaku Manager Operasional Tambang CV VIP dan PT MCM.
Sementara satu tersangka lagi masuk dalam perkara menghalangi penyidikan atau obstruction of justice, yakni Toni Tamsil (TT) yang merupakan adik dari tersangka Tamron. Dari tangannya, penyidik menyita satu unit mobil Porsche, satu unit mobil Suzuki Swift, dan uang tunai sebesar Rp1.074.346.700.